Catatan Rumah Kepemimpinan 13 : Tangis yang Pecah (1)
Selamat malam,
Pembaca.
Kenapa judul
tulisan kali ini tangis yang pecah? Karena sungguh rasanya aku ingin menangis
setiap ingat dengan apa yang hendak ku tulis kali ini. Kisah tentang
manusia-manusia mulia, yang semakin kuhayati kisah-kisahnya, semakin membuatku
merasa hina dan tak ada apa-apanya.
Awalnya,
aku sedikit berat hati ketika pengurus Rumah Kepemimpinan Regional 3 Yogyakarta
memberi tugas liburan untuk menonton film Omar sebanyak 30 episode. Namun, mau
tidak mau aku tetap harus menerimanya. Sampai akhirnya kucoba menonton satu
episode dan itu seketika membuatku terkesima. Lanjut ke episode berikutnya, aku
semakin antusias menonton film ini. Sampai akhirnya di episode delapan,
tangisku mulai pecah.
Film Omar
adalah film yang mengisahkan tentang kisah perjalanan Umar bin Khattab. Mulai dari
sebelum ia masuk Islam, hingga menjadi khalifah. Umar memang sosok yang keras. Sebelum
masuk Islam, ia menjadi salah satu yang cukup keras menentang Islam. Akan tetapi,
pikirannya berbeda dengan kebanyakan pembesar Quraisy yang masih musyrik saat
itu. Umar meyakini bahwa apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW itu benar dan
membawa kebaikan. Ia hanya mempermasalahkan perpecahan dan pemutusan hubungan
sanak saudara yang terjadi karena hadirnya Rasulullah SAW dan agama Islam. Hingga
tiba hari dikabulkannya doa Rasulullah agar Allah menguatkan Islam dengan memasukkan
salah satu diantara dua, Abu Al-Hakam bin Hisham atau Umar bin Khattab. Maka
Allah pun memilih Umar bin Khattab. Lantas, yang membuat tangisku pecah adalah
ketika Umar mengumumkan keislamannya pada khalayak ramai, lalu mengikhlaskan
dirinya untuk dibalaskan perbuatan kerasnya dulu, saat masih memusuhi dan menyakiti
orang-orang yang sudah lebih dulu masuk islam. Namun, orang-orang yang dulu
pernah disakiti oleh Umar, semua dari mereka memaafkannya. AllahuAkbar..
Umar masuk Islam |
Cerita berlanjut,
hingga akhirnya sampai pada episode 13, mengenai Perang Uhud. Saat kecil, aku
sudah pernah membaca komik kisah Rasulullah SAW, dan yang paling aku senangi
adalah bagian Perang Uhud. Sejak dulu, entah kenapa aku selalu kesal dan sedih
sekali ketika mendengar apa yang terjadi saat Perang Uhud. Begitu pun saat aku
sampai pada episode 13 ini, tangisku pecah dan air mataku terus mengalir saat
melihat singa Allah, Hamzah bin Abdul Mutholib gugur sebagai syuhada. Sakit sekali
rasanya hatiku melihat bagaimana Hamzah dihunus tombak, lantas dirobek dadanya,
dan dimakan hatinya oleh Hindun binti Utbah. Sampai sekarang, aku masih ingat
betul bagaimana visualisasi Hamzah yang langsung menggampar Abu Jahal saat tahu
ia telah menyakiti Rasulullah SAW. Aku masih ingat betul bagaimana gambar pada
komik tersebut ketika Hamzah tanpa rasa takut menghabisi seluruh pasukan musuh
hingga dijuluki sebagai singa Allah. Aku ingat betul, bagaimana gambar pada buku
komik tersebut saat Hamzah dihunus tombak, lantas mengucapkan dua kalimat
syahadat. AllahuAkbar..
Hamzah gugur sebagai syuhada |
Sebetulnya film
ini sering diputar pada waktu sahur di bulan Ramadhan. Tapi aku tidak pernah ngeh dan menontonnya dengan hati. Berbeda
dengan sekarang, aku selalu merinding ketika perang selalu diawali dengan
kalimat ‘Ahadun Ahad’. Mataku berkaca-kaca setiap melihat Abu Bakar
Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Hamzah bin Abdul Mutholib,
Zaid bin Khattab dan sahabat Rasul lainnya berlari, berperang menghabisi musuh
tanpa rasa takut sedikitpun. Pilihannya hanya ada dua, menang atau gugur
sebagai syuhada. AllahuAkbar..
Cerita terus
berlanjut, hingga tiba waktu Rasulullah meninggal dunia. Tangisku pecah lagi. Aku
tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup di zaman itu. Tak heran Umar
marah dan tidak bisa percaya pada awalnya jika Rasulullah SAW telah meninggal
dunia. Semua sahabat merasa terpukul, bahkan Bilal tak mampu lagi melanjutkan
adzan pada kalimat Asyhadu anna
Muhammad-arRasulullah, karena pasti menangis. Allahumma Sholli ‘ala Muhammad..
Memasuki
episode 20, tangisku pecah lagi. Pada perang melawan Musailamah Al-Kadzab,
Abdullah bin Suhail gugur sebagai syuhada. Begitu pula Abu Hudzaifah yang
meninggal bersama dengan anaknya angkatnya (dulunya adalah budak, lalu
dimerdekakan dan diangkat sebagai anak) dalam posisi bersebelahan. Lalu yang
paling membuatku sedih, adalah gugurnya Zaid bin Khattab, kakak dari Umar bin
Khattab. Ketika Umar mengetahui kabar gugurnya Zaid, ia langsung menangis
lantas berkata, “Ia mendahuluiku dua kebaikan. Masuk Islam dan mati syahid. Ia
sungguh penyayang dan aku amatlah keras. Ia selalu mengalah. Sungguh demi Allah
aku tidak akan melupakannya. Doaku semoga aku bisa bertemu dengannya di
surganya Rasulullah SAW, in sya Allah.” AllahuAkbar..
Zaid bin Khattab gugur sebagai syuhada |
Abu Hudhaifah gugur sebagai syuhada |
Comments
Post a Comment