Ketika Teknik dan Sastra Bersatu
Selamat pagi, Pembaca! Hffft, akhirnya setelah sekian
lama tidak menulis, di minggu yang rancu antara tenang atau tegang ini aku
menyempatkan diri untuk menulis cerita-cerita yang belum sempat kutulis. Aku pernah
menjanjikan sebuah cerita romantis antara sepasang insan yang baru saja
menikah. Aku lupa, sepertinya sudah berjalan hampir satu bulan. Kisah romantis antara
sarjana teknik dan sarjana sastra.
Sebenarnya aku tidak akan menceritakan mengenai mereka
berdua sih. Ya secara aku sebetulnya tidak tahu detail cerita pertemuan mereka
hingga duduk di kursi pelaminan itu seperti apa. Aku hanya akan menyampaikan
nasihat yang disampaikan oleh seorang ustad pada malam akad pernikahan mereka. Satu
hal sederhana yang kuingat saat itu adalah pertanyaan ustad tersebut mengenai kriteria
pasangan. “Kamu ingin pasangan yang seperti apa? Cantik? Pinter? Pinter masak? Pinter
ngurus anak? Kaya? Solehah? Atau mau semuanya?” Kemudian mulailah satu persatu
kisah mengenai memilih pasangan diceritakan. Ustad ini sudah berpengalaman sekali
dalam urusana hubungan rumah tangga. Banyak orang-orang yang datang kepada
beliau untuk minta diberi nasihat hubunganya dengan urusan rumah tangga.
Dari sekian banyak kisah yang diceritakan, intinya
hanya satu. Pasangan kita, siapapun itu sekarang atau esok, tidak ada yang
sempurna. Kalau dia pintar masak, bisa jadi tidak pintar mengurus anak. Kalau pintar
masak dan pintar mengurus anak, bisa jadi tidak cantik atau tidak kaya. Kalau cantik,
kaya, pintar masak, pintar ngurus anak, bisa jadi belum solehah. Ada saja
kurangnya. Tapi ketika pernikahan yang artinya adalah menyatukan dua insan,
maka semua itu bukan lagi soal kurang lebih, hebat tidak, dan segala macam hal
yang sifatnya adalah individual. Pernikahan adalah tentang berjuang bersama. Maka,
penting untuk pasangan yang baru saja menikah, untuk mengenal satu sama lain
lebih jauh. Ustad itu menyarankan untuk memberikan kertas pada pasangan, dan
memintanya untuk menuliskan apa saja yang ia suka dan apa saja yang tidak ia
suka. Dengan begitu, satu sama lain akan saling memahami dan berusaha untuk menghargai
satu sama lain.
Ada sebuah cerita. Suatu hari ada seorang laki-laki yang
datang kepada ustad tersebut, meminta dicarikan pasangan. Ketika ditanya, “Kamu
maunya yang seperti apa?” Ia menjawab, “Yang bila aku memandang wajahnya, maka
sejuklah hatiku, yang bila anak-anakku berada pada tanggung jawabnya, damailah
jiwaku, yang bila kuajak bicara dengannya, tentramlah pikiranku, yang kehadirannya
di rumahku membawa kebahagiaan dalam hidupku.” Lantas, ustad tersebut menjawab,
“Saya sudah menemukan orangnya, mas.” Kemudian laki-laki tersebut
berbinar-binar dan bertanya lagi, “Siapa Pak Ustad?” kemudian ustad itu
menjawab, “Bidadari surga.” Laki-laki itupun terdiam. Kemudian ustad tersebut
menlajutkan, “Tidak ada mas. Tidak ada di dunia ini perempuan yang sempurnanya
seperti itu. Pasti ada kurangnya. Jadi kalau mas mau cari perempuan seperti
yang telah disebutkan tadi, cari saja di surga.” Aku senyam-senyum saja
menyimak nasihat tersebut. Untuk remaja yang masih sedikit alay sepertiku,
terkadang membayangkan ingin punya pasangan yang serba bisa. Yang gantenglah,
kayalah, pinterlah, dan seabrek hal-hal bagus lainnya. Padahal betul saja kata
ustad tadi, tidak akan pernah ada pasangan yang sempurna. Dari sini kemudian
ustadnya menyambung perihal perceraian. Bagi pasangan yang sudah saling
mengerti dan memahami satu sama lain, mestinya perceraian dapat dihindarkan. Apalagi
hanya karena masalah-masalah yang sepele. Ustad tersebut berpesan, ketika mulai
terjadi sesuatu yang tidak beres dalam rumah tangga, cobalah untuk bicara
berdua kemudian mengingat-ingat, apa alasan dulu memutuskan untuk bersatu. Tanamkan
bahwa di dunia ini tidak ada yang kebetulan. Allah telah merancang skenario setiap
kehidupan seseorang dengan sangat indah. Cobalah bertanya pada diri sendiri, “Diantara
jutaan perempuan lain, kenapa yang akhirnya menjadi pasanganku adalah kamu? Kenapa
pula harus bertemu di tempat itu? Dan kenapa harus pada jam itu?” pertanyaan
itulah yang kemudian akan membuat kita ingat pada masa awal-awal bertemu dan
akhirnya memutuskan untuk menikah. Kita akan ingat bahwa ternyata sudah banyak
sekali kisah yang telah dilukiskan bersama, telah banyak sekali rasa sakit yang
berhasil dilewati hasil dari berjuang bersama.
Kalau menurutku, pernikahan memang tentang berjuang
bersama. Berjuang untuk apa? Berjuang untuk menjadi lebih baik. Jadi kalau
ditanya mau pasangan yang seperti apa, yang terpenting buatku adalah yang mau
berjuang bersamaku menjadi pribadi yang lebih baik setiap hari.
Mungkin aku
memang bukan yang terbaik. Tapi aku yang tidak akan pernah lelah berjuang untuk
terus membaik bersamamu*uhuk
Btw pasangan yang kuceritakan ini laki-lakinya lulusan
teknik, dan perempuannya lulusan sastra lho. Trus kenapa? #eaaa
Berarti calonnya Rosyda besok maunya orang Teknik ya?
ReplyDeleteJadi kalau ditanya mau pasangan yang seperti apa, yang terpenting buatku adalah yang mau berjuang bersamaku menjadi pribadi yang lebih baik setiap hari.
Deleteitu poinnya pentingnya sebenernya, Fa ^^'
bukan teknik enggaknya ^^'
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteUHUK. Anaknya baca sambil makan sosin ya, eh sosis :p
ReplyDeletehah? maksute Fah? wkwk
Deletegagal paham ^^'
Habis ini asrama rame grgr postingan kak ros.--.
ReplyDeleteengga juga ah wkwk
ReplyDelete