Catatan Rumah Kepemimpinan 11 : Saya Sih Alphard, Kamu?
Selamat siang, Pembaca. Luar biasa sekali ternyata
hikmah di balik tidak liburnya Rumah Kepemimpinan, aku bisa jadi lebih
produktif menulis. Haha. Terima kasih RK!
Siang ini aku menyempatkan diri untuk pergi ke temapt
favortiku untuk menulis. Mana lagi kalau bukan Cokelat Klasik. Sebetulnya alasannya
sederhana saja sih. Aku suka sekali minuman coklat dan di sini harganya murah. Hahaha.
Tempatnya juga lumayan oke. Setidaknya aku bisa menyelesaikan banyak tugas dan
beberapa tulisan serta melahap sekian buku kalau sudah duduk di tempat ini. Dan
kali ini, aku sedang bersemangat sekali untuk menulis tentang apa yang baru
saja tadi malam kudapatkan di Rumah Kepemimpinan.
Awalnya, nama kegiatannya adalah basic skill : desain.
Sepintas membayangkan, pasti belajar mengenai aplikasi yang bisa digunakan
untuk membuat desain, bagaimana menggunakan tools-toolsnya,
dan sebagainya. Tapi, lagi-lagi Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk
hamba-Nya.
Pembicara yang hadir tadi malam adalah Mas Nanang
Syaifurrozi. Beliau adalah CEO dari Rumah Warna. Pertama kali datang tampangnya
biasa sekali. Sederhana. Tapi begitu bicara, hmm mengundang tepuk tangan yang membahana.
Sebelum kutuliskan mengenai materi yang disampaikan, akan kuceritakan dulu
perihal Rumah Warna. Rumah Warna berdiri sejak tahun 2002. Mas Nanang merintis
usaha tersebut bersama istrinya. Pada saat itu padahal Mas Nanang belum lulus
kuliah. Namun ada hal yang kemudian beliau bertekad kuat untuk berbinis. Apa itu?
Nanti dulu. Oiya, perlu diketahui, Mas Nanang ini alumni UGM begitu juga
istrinya*eaaa.
Hingga kini, sudah ada sekitar 80 cabang Rumah Warna di
Indonesia. Hebatnya lagi, Rumah Warna bisa menjual kurang lebih 35.000 pcs
setiap bulannya. Fantastis sekali. Lantas kami bertanya-tanya, bagaimana bisa
sehebat itu.
Mas Nanang menjelaskan, semua itu adalah bagian dari
proses. Mas Nanang mengawali bisnisnya dengan berjualan di sunmor (sunday morning).
Dulu awalnya sunmor berada di GSP (Grha Sabha Pramana). Pada saat itu pun,
rata-rata pedagang menjual makanan. Mas Nanang inilah yang menjadi salah satu pelopor
penjual non-makanan. Ketika ditanya apa motivasinya, Mas Nanang menjawab dengan
santai, “Ya kan, sore-sore jualan sambil duduk berdua sama istri asik tuh.” Lantas
kami tertawa. Kemudian, dengan usaha disertai doa yang kuat, dalam setahun Mas
Nanang sudah mempunyai penghasilan yang lumayan, sampai bisa membeli mobil. Tahun
berikutnya, Rumah Warna semakin berkembang. Rumah Warna mulai membuka stand di berbagai mall. Hingga pada tahun 2013, Rumah Warna mampu menyewa Cherry
Belle, yang harga sewanya satu tahun mecapai 300 juta. Weew.
Sebetulnya, aku tidak terlalu bisa menceritakan banyak
perihal Rumah Warna. Intinya keren banget!
Lalu apa yang akan kutuliskan? Tentu pesan-pesan luar
biasanya. Meskipun secara keseluruhan memang bicara soal bisnis, tetapi
nasihat-nasihat yang disampaikan mas Nanang tidak hanya bisa di aplikasikan
dalam bisnis saja, tetapi juga untuk kehidupan sehari-hari.
Nasihat pertama, jadilah
manusia yang kreatif. Jadilah manusia yang berbeda. Mengapa? Ya karena
dengan perbedaan itulah nantinya kita akan mendapat perhatian lebih dari orang
lain. Sama seperti Rumah warna, pada masa itu, orang-orang masih enggan dengan
barang-barang yang berwarna mencolok. Tetapi, Rumah warna justru memproduksi
tas yang colourfull. Warnanya cetar-cetar.
Memang kemudian orang akan bertanya, Apaan
sih kok warna warni gitu? Tapi pertanyaan itulah yang sebenarnya merupakan
bentuk dari perhatian orang terhadap produk kita.
Nasihat kedua, jangan terlalu menjadi pemilih. Cukup menyedihkan
dengan data yang diperlihatkan oleh Mas Nanang kemarin bahwa pengangguran di
Jogja kebanyakan adalah lulusan sarjana. Yang menjadi pertanyaan kemudian
adalah, kenapa justru sarjana? Jawabannya adalah karena mereka terlalu pemilih,
terlalu idealis. Misal, yang lulusan geografi tidak mau kerja kalau bukan yang sesuai
dengan bidangnya, yang jurusan lain-lainnya pun begitu. Jadinya ya, sulit.
Nasihat ketiga, fokus. Kebanyakan orang Indonesia
adalah tidak fokus. Hidup itu pilihan. Kalau ditanya mau jadi pegawai atau
pengusaha, ya pilih saja salah satu. Jangan memilih pengusaha, tapi ketika
kemudian usahanya turun, ditinggal begitu saja dan melamar menjadi pegawai,
atau sebaliknya. Baik pegawai maupun pengusaha, keduanya memiliki risiko dan
konsekuensinya masing-masing. So, mau
jadi pegawai, profesional, atau entrepreneur,
tentukan dari sekarang dan expertlah
di salah satu bidang saja.
Nasihat keempat, milikilah mental entrepreneur. Seperti apa sih mental entrepreneur? Mental entrepreneur
itu, kalau kita profesinya adalah guru, maka pikiran kita adalah soal membangun
sekolah. Kalau profesi kita dokter, pikiran kita adalah soal membangun rumah
sakit, dan sebagainya. Kalau seperti ini, kebaikannya berlipat-lipat ketimbang
sekedar menjadi guru atau dokter saja. Dengan membangun sekolah, kita bisa
lebih banyak membuka peluang kerja untuk orang lain, lebih banyak memberikan
kesempatan bagi anak-anak untuk bersekolah. Sama halnya dengan membangun rumah
sakit. Kalau menjadi pejabat negara pun, harus memiliki mental entrepreneur. Bukan berarti menjual
belikan jabatan lho ya. Tapi dengan mental entrepreneur
itu, kita tidak akan sempat punya pikiran untuk mengorupsi uang negara, bukan?
Mas Nanang pun sekarang memberdayakan UKM yang berada
di Jogja sebagai tempat produksi bagi Rumah Warna. Nah kan, membuka peluang kerja banyak sekali untuk orang lain.
Nasihat kelima, milikilah habbit yang berbeda dengan orang lain. Tentunya habbit yang baik ya. Mas Nanang
bercerita, dulu semasa kuliah, saat teman-temannya yang lain bermain dan
beristirahat, yang dilakukan Mas Nanang adalah menjahit. “Kalo habbit kamu masih sama
kayak kebanyakan orang, ya kamu ntar jadinya sama kayak kebanyakan orang.” Ujar
Mas Nanang.
Nasihat keenam, berani bermimpi besar. “Kalau kamu
mimpinya setinggi langit, kalo jatuh masih dapet eternit. Tapi kalo mimpinya cuma
setinggi eternit, kalo jatuh dapetnya cuma jinjit. Allah itu sesuai dengan apa
yang kita usahakan. Allah memberi sesuai
dengan tingkat kepantasan kita. Kalo emang pantes dapet rezeki gede ya dikasih
gede. Tinggal gimana cara kita memantaskan diri aja.”
Sebelum lanjut ke nasihat berikutnya, ada sebuah rumus
perubahan yang Mas Nanang ajarkan.
Be+Do= Have
Mana yang paling penting dari ketiga komponen di atas?
Have. Ya, Have dapat diibaratkan sebagai mimpi atau alasan. Kalau kita sudah
punya alasan, maka tidak sulit lagi untuk Be dan Do. “Misalkan, bangun pagi. Kalau
kamu diberitahu besok akan ada uang 5 juta di depan pintu kamarmu saat subuh,
akankah besok kamu akan dengan mudah bangun pagi? Jelas. Karena ada alasannya. Nah,
alasan itulah yang harus kita temukan kenapa kemudian kita melakukan perubahan.
Kalo saya dulu have nya adalah bisa
membahagiakan orang tua dan ga merepotkan mereka. Sesederhana itu.” Terang Mas
Nanang. Kemudian beliau melanjutkan, “Perubahan
memang selalu bikin ga nyaman, ada aja cobaannya. Tapi kalau ga dilakoni, ya ga
berubah-berubah.”
Nasihat ketujuh, kalau mau berbisnis, jangan hanya
asal ikut-ikutan. Karena pasti rentan sekali jatuh. Dalam bisnis, kita sangat
dituntut untuk melakukan inovasi. Apalagi kalau bisnis kita sudah bagus dan
mulai diikuti oleh banyak orang. Jangan sombong ketika sudah berada di puncak. Kita
harus tetap senantiasa melakukan pembaharuan.
Nah, bagian terakhir inilah yang paling menarik. Nasihat
terakhir, tapi sebetulnya merupakan nasihat yang paling penting.
Ada tiga faktor keberuntungan, yakni positive
thinking, positive feeling, dan positive
motivation. Kita harus bisa menjadi manusia yang senantiasa berfikir
positif, apapun yang terjadi dengan hidup kita. Orang yang bermental entrepreneur, segalanya akan tampak
positif. Segalanya akan dimaknai sebagai rezeki. Mas Nanang menganalogikan
rezeki adalah ibarat sebuah permen. Permen pasti ada bungkusnya, bukan? Coba pikirkan,
kalau kita diberi sebuah permen yang tidak ada bungkusnya, sudah terbuka dan
lengket-lengket begitu, maukah kita menerimanya? Tentu tidak. Kita pasti maunya
permen yang masih terbungkus rapi. Padahal, toh ujung-ujungnya bungkusnya juga
dibuang dan kita hanya akan makan permennya saja, bukan begitu? Sama seperti
rezeki. Allah mengemasnya terlebih
dahulu sebelum kita nikmati. Entah itu dengan musibah, ujian, cobaan, atau yang
lain. Jadi kalau sedang mendapat musibah, positive thinking saja setelah ini akan mendapat rezeki. “Respon itu dinilai satu detik setelah kita
mendapatkan sesuatu. Misal kecopetan, lalu kita langsung mengumpat dan
marah-marah, baru beberapa hari kemudian mengatakan bahwa kita ikhlas, itu tidak
ada artinya. Maka, belajarlah untuk
senantiasa menyikapi segala sesuatu dengan rasa syukur dan berfikir positif.”
Ah, luar biasa sekali Mas Nanang. Sedikit banyak mirip
dengan pemikiranku selama ini. Bedanya, aku meyakini bahwa di balik setiap
kejadian akan ada hikmah dan pelajaran yang berharga, apapun itu. Seperti misalnya
kemarin saat aku hendak pergi ke maskam UGM, tapi ternyata jalannya ditutup
karena ada acara niti laku, hingga
akhirnya aku memutuskan untuk ke maskam UNY saja, eh, aku bertemu dengan Fathia,
salah satu teman FLP ku. Hmm, tidak menyangka bukan? Kalau jalan menuju maskam
UGM tidak ditutup dan aku tidak ke maskam UNY, mana mungkin aku bertemu dengan
Fathia? Hal-hal kecil seperti itu saja sudah diatur sedemikan rupanya oleh
Allah. Tinggal kitanya saja, peka atau tidak.
Sebagai penutup, ada cerita dari Mas Nanang yang masya
Allah sekali. Jadi, Mas Nanang mempunyai tanah yang hendak dijual. Harganya 7
M, tetapi Mas Nanang mematok harga 5,5 M saja sudah oke. Sudah cukup lama, tapi
belum ada yang membeli. Hingga suatu saat, ibu Mas Nanang jatuh sakit. Tanpa pikir
panjang, Mas Nanang langsung membawa ibunya ke Jogja dan menemani beliau selama
kurang lebih 2 minggu di rumah sakit. Selama 2 minggu itu, Mas Nanang tidak
ambil pusing soal kerjaan sedikitpun. Mas Nanang fokus birrul walidain menjaga ibunya yang sakit. Saat di rumah sakit, ibu
Mas Nanang sempat mengutarakan keinginannya untuk umroh bersama adik dan
kakaknya yang total berjumlah 9 orang. Tanpa berfikir lama, Mas Nanang
mengiyakan saja, padahal saat itu belum tahu juga mau dapat uang darimana,
tanah saja belum laku-laku. Katanya, “Baik, Bu. Februari nanti berangkat.”
Setelah kurang lebih 2 minggu, ibu Mas Nanang sembuh. Keajaiban
itu terjadi. Seseorang yang kemarin-kemarin hanya mampir ke toko dan menawar
ini itu, tiba-tiba datang dan menyatakan bahwa ia hendak membeli tanah Mas
Nanang dengan harga 6,2 M. Tanpa pikir panjang, Mas Nanang setuju dan malamnya,
transaksi tersebut sudah lunas. Masya Allah..
Jadi bagaimana? Masih tidak percaya dengan kekuatan
berfikir positif?
Ketika hendak pulang pun kami ribut membicarakan soal
mobil Mas Nanang yang ternyata bermerek Alphard. Mobil sehari-harinya saja
Alphard loh. Wkwk.
Saya sih Alphard, kalau kamu?
Saya sih Alphard, kalau kamu?
Comments
Post a Comment