Kisah Inspiratif 9 (REMINDER)

17 Oktober 2015

Sekujur tubuhku bergetar hebat saat mengetahui adik kelasku tersebut meninggal dalam keadaan tengkurap dan mendekap Al-Qur’an. Bahkan detik ini pun saat aku menulis, sekujur tubuhku masih saja merinding dan gemetar, Maha Suci Allah.

Semalam, memang ada sesuatu yang sedikit aneh padaku. Padahal semalam adalah acara perdana Sastra Indonesia 2015. Memang saat pertama, saat mempersiapkan peralatan, konsumsi, dan sebagainya, aku semangat, tersenyum dan tertawa gembira, menyemangati teman-temanku, meski tidak mandi dan wajahku kotor sekali, it’s fine. Aku baik-baik saja. Pun saat acara mulai tepatnya sekitar pukul tujuh lebih sedikit. Selama acara berlangsung pun aku bahagia. Melihat bagaimana Alhamdulillah sekali acara kami berhasil. Saat menyanyikan lagu flashlight dan sahabat kecil, saat flashmob, semuanya masih baik-baik saja. Tapi..

Tiba-tiba saja begitu selesai acara, aku resah dan gelisah. Seperti ada yang salah dalam diriku. Tapi apa? Saat membereskan barang-barang dan peralatan, lalu memunguti sampah di rerumputan, tiba-tiba tanganku terhenti, lalu melihat ke satu arah. Mengapa tiba-tiba aku merasa hampa dan sepi di tempat seramai ini? Tawa dan canda teman-teman di sekitarku terdengar bahagia sekali. Tapi kenapa aku gelisah? Aku pun menghembuskan nafas, gelisah. Dan dari detik itu, aku menjadi diam.

Setelah semuanya benar-benar selesai, aku mengambil hp yang sejak tadi tak kulihat. Rupanya, mati. Habis baterai. Segera saja aku mencari stop kontak dan men-charge hpku. Tak lama, kunyalakan. Beberapa notif masuk, dan, salah satu diantaranya adalah kabar bahwa salah satu adik kelasku, ada yang meninggal. Jujur, aku juga tidak tau siapa dia. Dengar namanya pun sepertinya belum pernah. Tapi entah kenapa, hatiku jadi semakin gelisah. Tiba-tiba aku rindu keluargaku. Rindu ayah dan ibuku, rindu kakak adikku. Aku juga tak tahu mengapa tiba-tiba begini. Beberapa saat aku diam, mengehela dan menghembuskan nafas kegelisahan. Sebenarnya ada apa ini?

Pulang ke kos temanku, rasanya lelah sekali. Kemudian akupun tidur dengan perasaan gelisah yang masih saja ada.

Paginya, aku pulang ke asrama dan membereskan semuanya. Setelah mandi, aku duduk di kursi dan merenung sebentar. Yang aku baca dari beberapa postingan orang-orang, adik kelasku ini orang baik. Tidak pernah macam-macam. Seketika perasaan gelisah itu hadir kembali. Oh Allah, aku yakin, dia pasti orang yang sangat baik sampai-sampai Kau rindu dan ingin sekali segera bertemu dengannya. Sejujurnya, aku juga ingin, Allah, menjadi hamba yang juga dirindukan oleh-Mu. Bukan, bukan berarti aku ingin cepat mati. Tapi kalau ditanya rindu dan ingin bertemu, aku sudah sangat dan sangat-sangat ingin bertemu Allah. Aku ingin bertemu dengan dzat yang Maha Baik, yang Maha Sempurna. Diizinkan mempunyai jalan dan kisah hidup yang unik lalu bisa membagikannya kepada banyak orang saja aku sudah senang, bagaiamana bila aku bisa benar-benar bertemu dan berada di sisi Allah? Pastinya akan jauh lebih menyenangkan.

Beberapa saat aku berfikir, akhirnya aku tahu apa yang salah dariku. Akhir-akhir ini, aku lupa pada satu kalimat utama yang seharusnya aku ingat setiap hari. Rosyda, ingat mati. Akhir-akhir ini aku terlalu sibuk, terlalu banyak bercanda, terlalu banyak tertawa, dan akhirnya lupa. Lupa bahwa tawa dan canda tak akan bersama saat kita kembali pada Allah nanti.  Lupa bahwa teman yang membuat kita bahagia setiap hari tak kan menemani kita saat mati nanti. Lupa bahwa seramai apapun dunia sekarang, saat menghadap Allah nanti, kita hanya sendiri! seorang diri, sepi! Sama seperti yang kurasakan malam tadi. Ketika sekelilingku ramai dengan tawa dan canda, aku merasa sepi.. Ya. Rupanya aku lupa. Aku lupa pada kalimat itu. Kalimat yang seharusnya kuingat dan kutancapkan pada hati dan pikiranku setiap waktu. Tapi beberapa hari ini tidak. Mungkin itu salah satu penyebab kegelisahku malam tadi, dan Allah membuatku merasa sepi diantara ramainya tawa dan canda teman-temanku, untuk mengingatkanku pada kematian.

Akhirnya aku segera bangkit dan me-reset ulang hati dan pikiranku. Aku sudah cukup jauh sampai bisa melupakan kalimat tersebut. Aku berdiri, mengenakan pakaian, menyiapkan buku dan laptop sambil berniat dalam hati untuk tidak lagi mengulang hal-hal buruk yang sudah lalu. Setelah siap, aku berangkat mencari tempat yang nyaman untuk mengerjakan tugas dan belajar.

Di sela mengerjakan tugas, aku membuka hp ku sebentar. Mengecek instagram, sekujur tubuhku bergetar dan merinding hebat. Salah satu adik kelasku memosting sebuah percakapan yang isinya membahas mengenai adik kelasku yang meninggal kemarin. Di sana dijelaskan, adik kelasku meninggal tanpa ada yang tahu. Saat ditemui di kamarnya, ia sudah dalam kondisi meninggal dengan posisi tengkurap dan mendekap Al-Qur’an. Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un..

Membaca postingan tersebut, rasanya ingin menangis. Antara haru dan takut, bercampur menjadi satu. Haru, karena ia bisa kembali pada Allah dalam keadaan yang baik. Takut, bagaimana bila suatu saat aku yang kembali pada Allah? Akankah aku bisa kembali dalam keadaan yang baik pula, di hari jum’at, dengan kondisi beribadah kepada Allah?

Sungguh ini merupakan teguran nyata buatku. Betapa sepertinya akhir-akhir ini aku memang melupakan apa yang disebut kematian. Aku terlena, merasa bahwa aku masih muda dan umurku tentu akan lama. Lalu datang kabar meninggalnya adik kelasku, menamparku. Menyadarkan bahwa umur memang tak ada yang tahu. Bahkan dia yang lebih muda darimu sudah lebih dulu pergi meninggalkan dunia ini.

Beberapa saat kemudian aku mendapat kabar lagi, bahwa ternyata dia adalah salah satu santri yang lulus pondok dengan predikat syahadah. Subhanallah.. lagi-lagi aku merinding hebat. Allah, aku yang tak kenal dengannya saja mendengar itu kagum dan tahu bahwa dia adalah seorang yang baik, lebih-lebih Engkau? Maha Besar Allah, semoga Khoirul Miftah termasuk ke dalam hamba-hamba Allah yang sholih, dan senantiasa tenang di sisi-Nya. Aamiin..

Terimakasih, Allah. Karena tidak lelah menegurku dengan memberikan rasa gelisah itu. Terimakasih Allah, karena masih memberiku waktu untuk kembali kepada jalan-Mu. Terimakasih, Allah. Semoga aku tak lagi menjadi hamba yang lalai dan termasuk golongan orang yang merugi karena melupakan kematian. Naudzubillahi min dzalik.


Rosyda, ingat mati.

Comments

  1. Blog kak inspiratif sekali, hebat :))). Semoga kita bisa mninggal sprti golongan adik kakak. *bisa dibilang saya scr tdk sengaja menemukan blog ini. Salam kenal dari heartkokok.blogspot.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih. Aamiin :)
      Ooh yaa salam kenal yaa. Panggilannya siapa nih mba?

      Delete
    2. panggilannya Mba Pen... jangan lupa ya kak tengok sedikit ke blog saya... terimakasih :)))

      Delete
    3. ooh yaa salam kenal mba Pen :D saya Rosyda.
      oke oke mba :))

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kenangan Ramadhan 1 : Tidak Jadi ke Solo, Ini Gantinya!

Catatan Rumah Kepemimpinan 15: Menjadi Pasangan Strategis, Kenapa Tidak?

Kisah Inspiratif 5 (Dekat-dekat dengan Orang Soleh dan Hebat)