Dicari: Kepercayaan


Selamat siang, Pembaca. Hari ini libur, menyenangkan sekali ya? Haha. Tadinya aku berniat untuk menghabiskan hari ini dengan membaca buku yang beberapa hari lalu aku beli di Gramedia. Sangat bagus. Tapi, tiba-tiba aku teringat sesuatu yang ingin aku tulis, jadilah aku menyela waktu membacaku dengan menulis tulisan ini.
Kali ini, aku akan menyampaikan beberapa pesan yang kudapatkan dari sebuah film yang beberapa waktu lalu kutonton bersama keluarga icik. Aku punya prinsip, untuk mengambil pelajaran dari setiap hal, urusan nonton sekalipun. Jadi, aku tidak hanya refreshing, tetapi juga mendapat pelajaran besar dari kegiatan itu.
Awalnya, kami sempat berdebat, apakah The Nun atau Searching yang harus kami tonton. Sebab aku tidak bisa toleran terhadap film horror, aku memaksa untuk nonton Searching. Kebetulan Ulfah juga takut, dan Ayah sudah ada rencana untuk nonton The Nun dengan keluarga. Nisa sih, tidak masalah, tapi, pak dokter ini yang alot. Dia tetap ingin nonton The Nun.
Akhirnya, pak dokter mengalah. Kami memutuskan untuk nonton Searching. Setelah fiks soal nonton, kami berdebat lagi soal keberangkatan. Wkwk. Yah, beginilah keluarga icik, semua hal diributkan. Tapi justru yang seperti ini, kan yang membuat rindu? Keputusan akhir, kami berangkat sendiri-sendiri, sebab ada rencana untuk langsung mabit di UII setelah nonton.
Nah, tentunya aku tidak akan cerita soal filmnya. Cukup beberapa pesan yang kudapat dari film ini.

1.     Tidak ada orang lain yang pernah benar-benar mengerti diri kita.
Lewat David, aku belajar. Tidak ada orang lain yang pernah benar-benar mengerti diri kita, siapapun itu. Ayah pada anaknya, Ibu pada anaknya, saudara kembar, suami istri sekalipun, tidak ada yang pernah benar-benar mengerti satu sama lain. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengerti dengan baik diri kita sendiri. Kita tidak bisa menuntut siapapun untuk memahami dan mengerti diri kita secara utuh. Apalagi kalau kita tidak bicara.

2.     Siapakah yang benar-benar menjadi teman kita?
Melalui Margot Kim, aku belajar. Mempunyai banyak teman di sosial media bukan jaminan seseorang benar-benar mempunyai teman. Jangankan sosial media, di dunia nyata, tidak jarang orang-orang berteman hanya untuk keuntungan sepihak, seperti karna si A pintar, si B berguru padanya sebab ia ingin masuk perguruan tinggi ternama. Sebatas itu, untuk kemudian ketika si A ada masalah, si B tidak peduli barang sekalipun. Hal ini cukup memprihatinkan, apalagi di era digital seperti sekarang. Mari kita berkaca, teman yang mana yang sebetulnya kita miliki selama ini?

3.     Apapun bisa terjadi di media sosial.
Lewat Robert, aku belajar bahwa segala hal bisa terjadi di sosial media. Kita bisa menipu, berpura-pura, berbohong, mengganti identitas, yang orang lain pun bisa berbuat seperti itu. Karenanya, penting bagi kita untuk punya benteng pertahanan diri yang kuat. Siapa yang bisa menjamin bahwa orang yang kita ajak bicara di sosial media bukan teman kita yang sebetulnya sedang menyamar?

4.     Siapa yang benar-benar bisa kita percaya?
Entah kenapa, semakin hari rasanya semakin sulit mempercayai orang lain. Semakin lama kepercayaan semakin mahal. Dunia makin gila, membuat semua orang merasa perlu berhati-hati, waspada, dan mencurigai setiap hal/orang yang ditemui. Lewat Vick dan Peter aku belajar, yah, inilah dunia. Terkadang orang yang paling dekat dengan kitalah yang justru berbalik dan menikam dari belakang. Tapi bagusnya, David mengajari bagaimana cara menjadi pribadi cerdas dalam menghadapi hal seperti ini. 

Ada banyak hal yang kita tidak tahu, tentang sesuatu atau seseorang. Kembali pada poin pertama, baik kita maupun orang lain, tidak ada yang pernah benar-benar mengerti. Sebab itulah istilah Maha Mengetahui hanya untuk Tuhan, Allah. Pesan dari tulisan ini, di zaman yang semakin menggila seperti sekarang, hanya Tuhan yang benar-benar bisa dipercaya, sebab Ia mengerti dan mengetahui segala sesuatu―satu hal yang mestinya selalu kita libatkan dalam hidup. Dan setelah Tuhan, ada kalanya perlu bagi kita untuk hanya mempercayai diri sendiri.
 Terakhir, terima kasih, keluarga icik. Terima kasih sudah mengalah, Nisa dan Pak Dokter. Filmnya bagus dan sarat akan pelajaran, kan? Wkwk. Bonus foto kami yah!

Nonton berfaedah.

Comments

Popular posts from this blog

Catatan Rumah Kepemimpinan 15: Menjadi Pasangan Strategis, Kenapa Tidak?

Kenangan Ramadhan 1 : Tidak Jadi ke Solo, Ini Gantinya!

Kisah Inspiratif Spesial Ramadhan : Keajaiban Istighfar