Kenangan Ramadhan 2 : Jadi Pemain Sepak Bola, Boleh?
Hari kedua
puasa, indah sekali rasanya. Semoga pelajaran dari Allah selalu menyertai kita
ya pembaca. Aamiin..
Ceritanya,
sudah sejak jauh-jauh hari aku dan komunitasku yang bergerak di bidang infaq dan sadaqoh merencanakan untuk buka bersama dengan anak yatim. Setiap
bulan Ramadhan sejak tahun 2014 alhamdulillah memang sudah rutin, tetapi di
Solo. Nah, karena sudah buka cabang di Jogja, jadilah buka bersama dengan anak yatim
kali ini kami lakukan di Jogja, tepatnya di Panti Yatim dan Dhuafa Nurul Haq
Madania. Oh iya lupa, nama komunitas kami adalah Firdausul Amal.
Siang hari pukul
satu, kami berkumpul di UIN Sunan Kalijaga, sebab panti asuhan yang akan kami
datangi lokasinya dekat dari sana. Pesertanya cukup banyak, aku terharu. Tidak semuanya
anggota Firdausul Amal memang, ada yang hanya kali ini saja ingin ikut bukber
dengan anak yatim. Tapi toh itu bukan masalah. Aku justru sangat bersyukur
sekali ketika yang datang bisa sangat banyak.
Pukul dua
lebih sedikit, kami berangkat. Saat itu, perwakilan Firdausul Amal cabang Solo
baru ada aku dan Ismi—ya karena aku
dan Ismi kuliah di Jogja. Sesampainya di panti, kami disambut dengan sebuah
ruangan yang cukup besar dan rapi. Ada beberapa foto kegiatan panti yang
tertempel di dinding-dinding. Tak lama setelah itu, alunan musik islami mulai
terdengar. Aku harap-harap cemas menanti teman-temanku dari Solo yang katanya juga
akan datang ke sini. Kabar baiknya, sekitar pukul setengah tiga aku melihat
Ardi dan setelah itu muncul teman-temanku yang lain. Aku segera beranjak dari
tempat duduk dan menyalami mereka satu persatu—yang akhwat
pastinya. Oh Allah, rindu sekali rasanya. Apalagi dengan Mutia, rasanya sejak
lulus belum pernah kami bertemu sebab ia kuliah di Bandung.
Begitu adzan
ashar berkumandang, kami segera wudhu dan sholat. Setelah itu, acara dimulai. Dibuka
oleh dua pembawa acara yang lucu—menurutku, yaitu
Ardi dan Al. Bisa sama-sama A begitu ya? Oke tidak penting, lanjut. Setelah pembukaan,
acara dilanjutkan dengan sambutan oleh perwakilan Firdausul Amal Jogja dan Solo.
Setelah itu sambutan oleh pengasuh panti. Di sinilah pelajaran Allah itu hadir.
Nama pengasuh
dari panti asuhan Nurul Haq Madania ini ialah Bapak Suyanta. Sosoknya ramah dan
pandai membuat guyon di sela-sela
sambutannya. Tapi sambutan kali ini berbeda. Kalau kata Ardi sih sambutan
plus-plus. Yap, plus-plusnya adalah nasihat.
“Di panti
ini ada balita, anak-anak, anak berkebutuhan khusus, juga lansia. Hanya saja
lokasinya tidak dijadikan satu.” Terang Pak Suyanta.
“Ada yang pakai kursi roda, ada yang tuna wicara, ada
yang jalannya menggunakan pantat (ngesot). Yang tuna wicara itu, kalau saya
gambarkan sebuah rumah, dia menangis. Sebab sejak berada di sini ia tidak tahu
siapa ayahnya, siapa ibunya, bahkan tidak tahu siapa namanya. Ya, dia dibuang
ke panti ini.” cerita Pak Suyanta panjang lebar.
Lalu katanya lagi, “Yang lansia, kadang ada yang belum
sampai kamar mandi sudah lepas celana, bahkan ada yang sudah jongkok dan
hadapnya bukan ke tempat yang sepi. Tapi ya begitulah lansia. Kelak kalian juga
akan menjadi seorang lansia, kan? Ya kalau tidak meninggal di usia muda. Nah kalian
yang dari Firdausul Amal ini, saya tanya berani tidak mengunjungi yang lansia? Sebab
kalau kunjungannya ke yang balita atau anak-anak itu sudah biasa sekali.”
Mulai dari
sini, aku terdiam. Memang masih banyak
sekali ya, orang-orang yang hidupnya tidak lebih beruntung daripada kita. Lantas
masih pantaskah kita untuk sombong dan berbangga diri?
Kemudian pak
Suyanta bercerita mengenai hidupnya. Dulu, beliau juga lahir dari sebuah keluarga
yang miskin. Saking miskinnya, sampai tidak bisa melanjutkan sekolah menengah
pertama. Tetapi dengan tekad dan usaha yang kuat, akhirnya beliau bisa
melanjutkan mts sampai jenjang perguruan tinggi. Hingga akhirnya, beliau
berhasil menjadi dosen di empat perguruan tinggi negri. Qadarullah, gempa jogja terjadi. Menghilangkan ribuan nyawa dan
meninggalkan ratusan tangis anak-anak. Akhirnya, Pak Suyanta resign dari keempat perguruan tinggi
tersebut dan memutuskan untuk berfokus pada panti asuhan. Katanya, “Saat itu yang mau dosen sudah banyak. Panti yang sedikit. Karenanya
saya memutuskan untuk resign dan
memilih fokus di panti.”
Aku terkagum-kagum.
Luar biasa sekali, ya. Tidak heran bila
Rasulullah sampai memberikan perumpamaan bagi orang yang menyantuni anak yatim,
posisinya di surga kelak bersama Rasulullah akan seperti jari telunjuk dan jari
tengah. Dekat sekali.
Setelah itu
kami bermain games. Di sini aku juga
mendapat pelajaran berharga. Melihat bagaimana anak-anak dengan sangat
bersemangatnya berebut maju ke depan dan menjawab soal. Aku hanya tiba-tiba
teringat saja perkataan Pak Suyanta tadi, notabene mereka tidak mempunyai orang
tua. Ah, sedih rasanya kalau melihat senyum mereka itu sebenarnya mengandung
luka.
Setelah cukup
lama bermain games, Ustad Sulthon
selaku pembina Firdausul Amal maju untuk memberikan beberapa nasihat. Intinya,
kita memang tidak bisa memilih untuk dilahirkan dalam kondisi dan keadaan yang
seperti apa. Tetapi kita bisa memilih akan meninggal dalam kondisi dan keadaan
yang seperti apa. Lalu, saat ada salah seorang anak yang ditunjuk untuk maju
dan menjawab pertanyaan, “Nanti kalau sudah besar mau jadi apa?”, ia menjawab, “Pemain sepak bola, agar bisa membahagiakan
orang tua.” Oh Allah, aku terenyuh sekali mendengarnya. Cita-citanya sungguh ditekadkannya
untuk membuat orangtuanya bahagia. Semoga bisa tercapai ya, dek. Aamiin..
Setelah nasihat
dari Ustad Sulthon, kami bersiap untuk berbuka puasa. Setelah berbuka, kami segera
sholat maghrib dan bersiap untuk pulang. Oh iya, foto bersama dulu tentunya. Alhamdulillah
teman-temanku dari Assalaam cukup banyak yang hadir. Terima kasih untuk Salwa,
Hanif, Fifi, Fika, terkhusus Mutia, Immel, Ayu, dan Rinis yang sudah jauh-jauh
datang untuk ikut kegiatan yang in sya Allah penuh manfaat ini. Terima kasih
juga untuk Ustad Sulthon, Ardi, Sani, Atma, Doddy, Albagus, dan Fuad yang sudah
meluangkan waktunya untuk turut serta dalam kegiatan ini.
At last, special thanks to Ismi Wakhidatul
Hikmah yang sudah menjadi perantara sampainya pelajaran kehidupan yang hendak Allah
berikan padaku hari ini, serta sudah berlelah lillah untuk keberlangsungan dan kelancaran kegiatan ini. Sampaikan
terima kasihku juga untuk teman-teman UIN dan sahabat panti yaa. Oh iya, terima
kasih juga untuk Ardi yang sudah jadi penunjuk jalanku sampai ring road. Wkwk. Semoga kegiatan ini
berkah dan donatur Firdausul Amal bisa semakin banyak dan semakin semangat
menebar kebaikan untuk orang lain :)
Sekali lagi,
terima kasih untuk semua anggota yang juga sekaligus donatur Firdausul Amal. Terima
kasih sahabat panti. Terima kasih adik-adik Panti Yatim dan Dhuafa Nurul Haq Madania.
Terima kasih Allah :)
Catt : Bagi
yang ingin tahu lebih banyak soal Firdausul Amal atau bahkan langsung ingin
bergabung menjadi donatur, bisa langsung menghubungiku :)
Masya Allah
ReplyDeleteNice post😊
ReplyDelete