Ramadhan Seminggu Lagi, Sempat Bertemu Tidak, Ya?
Selamat malam,
Pembaca. Ada yang memperhatikan sudah berapa lama aku tidak menulis? Ya, aku memang
sempat sakit kemarin. Demam berdarah. Itu pertama kalinya aku opname dan sungguh memberikan begitu
banyak pelajaran berharga untukku. Tapi kali ini aku bukan akan cerita soal sakitku.
Aku akan cerita soal kejadian sore tadi.
Jadi, setelah
cukup lelah sejak pagi di kampus, sehabis ashar aku pergi ke Darus Shalihat
(DS) untuk mengikuti kajian. Karena baru sekali datang ke sana, aku linglung. Alhasil
aku salah parkir di tempat ikhwan. Hehe.
Pukul empat
lebih sedikit, kajian dimulai. Diawali dengan putaran murottal surah Al-Mulk,
lalu penyampaian materi oleh Ustad. Materi pada sore tadi adalah Ramadhan, ahsanu ‘amala. Bagus dan entah kenapa
menyentuh sekali rasanya—mungkin efek rindu juga dengan pondok assalaam. Jadi,
begini isinya.
Apakah sholat
adalah amal baik? Tentu. Puasa? Zakat? Membaca Al-Qur’an? Apakah semua itu amal
baik? Jelas. Namun, bagaimana nilai tingkatan amal baik tersebut saat kita
melakukannya?
Ihsan adalah
tingkatan tertinggi seorang muslim. Sedang yang terendah adalah hasan. Ketika kita
masih berada pada tingkatan hasan, maka belum tentu kita akan jauh dari
keburukan dan godaan setan. Mudahnya begini. Pernah melihat ahli ibadah tetapi
bicaranya buruk? Nah, bisa dikatakan amal ibadah yang selama ini ia kerjakan,
masih dalam tingkatan yang hasan. Lalu, harusakah kita menaikkan tingkatan
tersebut menjadi ihsan? Ya, pasti. Bagaimana caranya?
Ramadhan. Amal-amal
di bulan Ramadhan bisa menjadi cara bagi kita supaya bisa menaikkan tingkatan
tersebut. Lantas, bagaimana caranya agar Ramadhan bisa meng-ahsanu ‘amalakan hidup kita sehingga
bisa menuju tingkatan ihsan?
Pertama, cukup membawa Allah dalam setiap
perkara yang kita kerjakan. Apakah mudah, tetap merasa lapang saat
pemberian tulus kita disu’udzoni
sebagai pemberian yang ada maunya? Mungkin mudah, mungkin tidak. Bagi yang
tingkatan amal baiknya sudah ihsan, hal tersebut tidak menjadi masalah. “Untuk apa
sakit hati? Urusan memberi itu urusan saya dengan Allah, tidak yang lain.”
Kedua, berjuang. Ketika Ramadhan
nantinya berakhir dan ternyata diri kita tak ada rasa perjuangannya sama
sekali, bisa jadi amal-amal kita selama di bulan mulai tersebut masih setingkat
hasan.
Ketiga, tapaki Ramadhan dengan baik. Sebab
Ramadhan adalah tamu agung, sudah semestinya kita memperlakukan ia sebagaimana
tamu agung pada umumnya. Ada lima hal yang bisa kita persiapkan dalam menyambut
tamu agung ini.
1. Membersihkan hati.
Sebab
hati yang kotor, adalah hati yang dibiarkan berada dalam cengkraman setan. Cengkraman
ini lama-kelamaan akan menimbulkan luka. Luka yang pertama, Takabur atau
sombong. Luka yang kedua, Tahallu’
atau suka mengeluh. Luka yang ketiga adalah Tasahhul
atau menggampangkan hukum, dan luka yang keempat adalah tasyakkuk atau ragu dengan Allah.
Pada
bagian inilah entah kenapa hatiku tersentuh sekali. Mungkin hatiku sedang
sakit? Bisa jadi. Karena pembahasan ini jugalah rasanya aku semakin rindu
dengan assalaam. Aku rindu dengan kajian tafsir Qur’an dengan Ustad Kadarusman,
aku rindu sholat berjama’ah lima waktu di masjid dengan imam maghrib dan isya’
yang masya Allah merdunya, yah, intinya tiba-tiba aku rindu dengan masjid jami’
assalaam.
2. Menghiasi hati.
Menghiasi
hati dengan apa? Jelas dengan hal-hal yang disukai oleh bulan Ramadhan. Salah satunya
adalah bertaubat. Istighfar menjadi sebuah bacaan yang luar biasa sekali ketika
terus menerus diucapkan. Saat diri kita sudah bersih nantinya setelah Ramadhan,
bacaan istighfar yang tetap senantiasa diucapkan bisa menjadi jalan datangnya
rezeki yang tak terduga-duga.
3. Melapangkan hati.
Menerima
apapun sebagai kebaikan. Tidakkah dicela itu menyaitkan? Tentu. Bisa jadi malah
sangat menyakitkan. Tetapi dengan melapangkan hati, apakah itu celaan atau
pujian, semuanya tetap bisa diterima dengan kebaikan.
4. Menerangi hati.
Ada
dua cahaya yang bisa kita gunakan untuk menerangi hati, yakni ingat mati dan rindu akhirat. Bagian ini
juga yang membuat hatiku sesak. Kalau bukan tempat umum, mungkin aku sudah
menangis. Entah mengapa semakin besar, pikiranku soal kematian itu semakin
sering. Saat berkendara, saat menghabiskan waktu bersama keluarga bahkan, aku
sering terbesit pikiran soal kematian. Apalagi saat aku terbaring di rumah
sakit beberapa waktu lalu. Membuatku kadang takut ketika ingat betapa hidup di
dunia ternyata begitu singkat. Poin yang kedua selain ingat mati adalah rindu
akhirat. Pertanyaannya, masih adakah
rasa rindu itu?
5. Menyipakan amal terbaik selama Ramadhan.
Kita
bisa menyiapkan amal terbaik selama Ramadhan dengan menjalani amal-amal baik tersebut
dengan kesungguhan dan kesabaran, serta beramal hanya dengan melihat Allah.
Yah, begitulah
sedikit ulasan kajian yang bisa kusampaikan malam ini. Lumayan sebagai penyemangat
sebelum UAS. Doakan UAS ku lancar dan hasilnya baik ya, Pembaca. Aamiin..
Doaku di akhir
kajian ini adalah, Allah, semoga hamba
tidak termasuk orang-orang yang prestasi dan pencapaian dunianya keren pol,
tapi perbuatan baik, amal ibadah, dan persiapan hidup di akhiratnya nol. Aamiin..
Kita harus
menjadi umat yang pertengahan, bukan?
Semangat UAS !
Comments
Post a Comment