Leaders and Leadership (part 1)

Leaders and leadership malam ini, diawali Bang Bach dengan satu kalimat yang sangat menarik, yakni winner never quit, quiter never win. Kalimat ini kemudian dijelaskan bagaimana kemudian kita sebagai sosok pemimpin harus bisa senantiasa berubah ke arah yang lebih baik. Perubahan tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah dari diri kita sendiri. Lingkungan atau siapapaun tidak akan bisa merubah diri kita jika kita sendiri memasang banyak gembok, jika kita sendiri menolak untuk melakukan sebuah perubahan.
Salah satu contoh bentuk perubahan dalam diri adalah, sadar sejak dini bahwa kita semua adalah pemimpin. Masuk ke dalam barisan rumah kepemimpinan seharusnya membuat kita semakin sadar bahwa kita adalah calon-calon pemimpin dunia di masa yang akan datang. Karenanya, kita harus bisa memulai perubahan dari yang paling kecil, yakni memperbaiki niat. Niat ketika bergabung dengan rumah kepemimpinan. Jangan lagi niatnya adalah mendapat tempat tinggal gratis, atau mendapat uang saku, tetapi niat perubahan. Rumah kepemimpinan selalu diselamatkan oleh Allah. Sehingga orang-orang yang niatnya tidak benar, secara otomatis, cepat atau lambat, akan keluar dari barisan rumah kepemimpinan.
Dalam sesi ini Bang Bach kembali mengulang apa yang telah beliau sampaikan pada saat seminar bedah buku prophetic leadership, yakni mengenai kepemimpinan profetik. Kepemimpinan profetik merupakan bentuk dari melepaskan penghambaan dari manusia menjadi hanya kepada Allah. Mengapa begitu? Karena ketika kita mengganti Allah dengan tuhan-tuhan kecil, seperti harta, tahta, wanita, laki-laki, dan sebagainya, maka kita tidak akan pernah bisa menjadi pemimpin profetik. Termasuk perbuatan yang dilarang seperti pacaran, sejatinya itu merupakan salah satu bentuk dari penghambaan kepada manusia. Karenanya, melepaskan penghambaan kepada selain Allah menjadi kunci utama bagi Kepemimpinan Profetik. Karena Kepemimpinan profetik akan melahirkan kepercayaan hanya kepada Allah, dimana kita tidak akan lagi mudah merasa takut, rendah diri, dan malu.
Bang Bach berkali-kali menekankan, akan ada banyak sekali niat yang bisa membuat kita dengan sendirinya keluar dari Rumah Kepemimpinan. Tetapi hanya ada satu niat yang dapat membuat kita bertahan di sini. Keluar tidaknya kita sejatinya bukan Rumah Kepemimpinan yang mengeluarkan, tetapi diri kita sendiri. Mungkin kita bisa membohongi pengurus atau pemimpin pusat, tetapi sekali-kali kita tidak akan pernah bisa membohongi Allah. Sehingga orang-orang yang memiliki niat salah di Rumah Kepemimpinan, akan dengan senndirinya keluar, cepat maupun lambat.
Masuk ke dalam bagian lebih dalam dari prophetic leadership, tugas yang harus kita lakukan adalah membaca kisah-kisah di dalam al-quran secara berulang kali. Memahami cerita dan maknanya, kemudian menganalisisnya. Dari sini kemudian kita bisa mengambil nilai-nilai keteladanan yang telah diajarkan oleh para nabi terdahulu.
Misi utama dari kepemimpinan prophetic ada 3. Yakni, humanisasi, liberasi, dan transendensi. Humanisasi di sini berarti, berbuat baik kepada semua orang, yang dimulai dari diri sendiri. Kemudian liberasi, yakni misi pembebasan. Pembebasan yang seperti apa? Pembebasan dari keterpurukan penindasan. Penindasan yang dimaksud di sini bukan seperti disiksa, dipukuli, dan sebagainya. Melainkan lebih kepada penindasan dari penghambaan terhadap tuhan-tuhan yang kerdil. Misi pembebasan tidak hanya bagi diri sendiri. Melainkan untuk semua orang. Karenanya, jangan pernah mersa aman dan nyaman jika soleh maupun solehah sendirian. Kita harus melakukan misi pembebasan ini bersama-sama. Misi yang selanjutnya, yakni transedensi. Transedensi merupakan manifestasi dari humanisasi dan liberasi. Transedensi menunjukkan bagaimana kemajuan diri dan keimanan kita. Bisa dibilang, iman memang naik turun. Tetapi bukan kemudian naik turun yang semakin turun, akan tetapi meski naik turun, secara keseluruhan diagram keimanan kita menunjuk pada arah peningkatan.
Selanjutnya, ada beberapa hal yang harus dilakukan guna mewujudkan ketiga misi yang telah disebutkan di atas, yakni pembacaan, penyucian, pengajaran, dan penguasaaan informasi dan masalah-masalah baru dan dinamis. Pembahsan pertama, pembacaan. Kepemimpinan profetik tidak akan bisa tercapai jika kita tidak membaca. Bagaimana kita akan menyampaikan kepada orang lain jika ilmunya saja kita tidak tahu? Kemampuan membaca juga sangat berpengaruh pada keberpengaruhan kita terhadap orang lain. Semakin banyak bacaan yang kita kuasai, maka akan semakin banyak pula orang yang bisa kita pengaruhi. Kedua, penyucian. Yang dimaksud penyucian di sini adalah pemaknaan terhadap apa yang telah kita baca. Sama halnya dengan pembacaan, misi kepemimpinan profetik tidak akan tercapai tanpa adanya pemaknaan terhadap apa-apa yang telah kita baca. Selanjutnya, pengajaran. Selepas membaca dan memaknai, maka tugas kita selanjutnya adalah mengajarkan. Tidak akan berguna apa yang telah kita baca dan pelajari jika tidak diamalkan dan dibagikan kepada orang lain. Terakhir, penguasaan informasi. Untuk mewujudkan misi kepemimpinan profetik, kita harus bisa menguasai informasi serta masalah-masalah yang baru dan dinamis yang terjadi disekitar kita.
Setelah membahas mengenai langkah yang harus dilakukan dalam mewujudkan misi kepemimpinan profetik, selanjutnya adalah pembahasan mengenai visi keilahiyahan. Apa visi keilahiyahan itu? Visi keilahiyahan merupakan visi ketuhanan. Yang mana, kita hanya menggantungkan semuanya hanya kepada Allah SWT. Menjadi pemimpin profetik HANYA KARENA ALLAH. Mengapa visi keilahiyahan ini menjadi sangat penting? Karena tanpa visi keilahiyahan, kita akan menajdi pribadi yang mudah sekali kecewa, mudah stress, mudah gelisah, dll. Karena kita masih saja berharap dan menggantungkan segala sesuatunya kepada tuhan-tuhan yang kerdil, tuhan-tuhan selain Allah.
Raga kita boleh kecil. Tetapi visi kita harus besar. Apa? ALLAH. Ya, tujuan kita tidak lain dan tidak bukan hanyalah Allah swt. Dengan visi yang besar inilah kemudian kita akan berani bermimpi besar, berani beprestasi besar, berani berkarya besar. Karena apa? Karena kita yakin bahwa bersama Allah yang Maha Besar, segala sesuatunya menjadi mungkin. Dengan memiliki visi yang besar, maka kita harus bisa meledakkan potensi diri yang kita miliki. Bohong kalau kita bilang bahwa kita tidak bisa memaksa diri kita sendiri. Kuncinya hanya satu, yaitu : MAU. Dengan kemauan yang kuat, kita akan bisa meledakkan potensi yang ada dalam diri kita. Tetapi ketika kemauan itu tak lagi ada, maka kembalilah kita menjadi kurcaci-kurcaci kecil yang tidak berdaya.
Namun, ada satu hal yang perlu menjadi perhatian, yakni visi keilahiyyahan tidak dapat didapatkan begitu saja. Melainkan harus dipaksa, salah satunya dengan cara memperbanyak ibadah, mendekatkan diri kepada Allah dengan cara qiyamul lail, terus menerus memperbaiki diri, dan sebagainya. Ketika qiyamul lail inilah kesempatan bagi kita untuk mengadukan segalanya kepada Allah. Seorang pemimpin profetik tidak mengadukan segala sesuatunya kepada tuhan-tuhan yang kecil, tetapi mengadukannya kepada Allah, Tuhan yang Maha besar. Sehingga, nantinya kepemimpinan profetik akan memiliki bangunan yang kokoh, karena berlandaskan atas niat untuk Allah semata. Sekali lagi, lakukan semuanya bersama Allah, maka semuanya adalah mungkin dan itu bisa menjadi sebuah hal yang sangat luar biasa.

Comments

Popular posts from this blog

Kenangan Ramadhan 1 : Tidak Jadi ke Solo, Ini Gantinya!

Catatan Rumah Kepemimpinan 15: Menjadi Pasangan Strategis, Kenapa Tidak?

Kisah Inspiratif 5 (Dekat-dekat dengan Orang Soleh dan Hebat)