Kisah Inspiratif 4 (Ingat Pelajaran Kehidupan, Nak)
24 Agustus 2014
Haloo :D tidak bosan dengan kisah inspiratif saya kan? Allah
benar-benar mengabulkan permohonan saya, supaya menjadikan hari-hari saya
selalu penuh dengan inspirasi. Alhamdulillah :D
PPSMB UGM sudah seleesaai. Yaaah. Sejujurnya aku sedih. Ya
gimana ga sedih coba kalo PPSMB nya seru dan asiknya kayak gitu? Apalagi pas
penutupan kemarin, yang pake formasi ASEAN itu Masya Allah keren bangeet :3
Trus hari ini ngapain dong? Alhamdulillahnya nih, aku masuk
kuliah masih tanggal 1 September. Padahal beberapa temenku udah pada masuk hari
ini. Hehehe.. Tapi aku tetep ke kampus kok. Mau nemuin dosen pembimbing
akademikku, ato biasa disebut DPA.
Jadi, pagi sekitar jam sepuluh gitu aku sama temenku-sebut
aja Eliana, pergi nyari DPA kita. Rada bingung sih karena ternyata kantor
beliau ga di daerah FIB, tapi di INCULS. Begitu sampe di sana, beliau ternyata
lagi ada kayak rapat gitu, jadinya kita disuruh nunggu di luar bentar.
Ga lama, terus beliau keluar. Kita bicara sebentar di luar,
dan minta nomer Hp. Sebenernya tujuan pertama kita ketemu DPA itu, buat minta
tolong persetujuan KRS online. Kan prosedur KRS itu kita harus ngisi online
dulu, trus ntar disetujuin DPA nya, dicetak, baru minta tanda tangan DPA nya.
Nah, sampe tadi pagi itu KRS kita belum disetujuin, makanya kita nyari beliau.
Eh ternyata, pas kita udah sampe sana, udah disetujuin. Beliau bilang sendiri,
beliau baru saja datang dan baru saja selesai menyetujui KRS kita. Oh iya sampe
lupa. Nama DPA ku ini, Pak Supriyadi. Orangnya baik dan ramah luar biasa.
Alhamdulillah deh, rejeki anak solehah dapet DPA baik :D
Nah, kan habis disetujuin suruh nyetak tuh, kata Pak Supriyadi,
nyetak aja di kantor beliau aja, supaya ga perlu bolak-balik. Wiih baiknyaaa.
Hehe. Yaudah akhirnya kita nyetak, trus minta tanda tangan beliau.
Trus habis itu, kita duduk-duduk dan ngobrol sebentar. Nah,
ini poin pentingnya. Bahasanya agak sedikit baku yang ini.
Beliau memberikan sedikit nasehat. Beliau berpesan, supaya
aku dan Eliana bisa tetap menjaga kestabilan semangat kami. “Tidak perlu
terlalu semangat di awal, takutnya nanti di akhir malah lemas dan semangatnya
hilang. Santai saja, tidak perlu terlalu tergesa dan terburu-buru. Jalani saja,
nanti kalau ada masalah apa-apa, bisa bilang sama saya.”
Nah terus, aku tanya “Maaf pak, saya boleh minta kalimat
atau kata-kata sakti yan bisa menemani kami selama menempuh pendidikan di
Sastra Indonesia UGM samapai lulus?” terus beliau bilang sambil tersenyum,
“Sebenarnya bukan kata-kata sakti ya. Kunci kehidupan saya hanya satu, jujur.
Dimanapun kamu, bagaimanapun kamu, dalam kondisi apapun, pesan saya hanya satu.
Jujur. Itu yang selalu saya tanamkan pada diri saya. Mengapa? Karena dengan
jujur, kehidupan kita menjadi tenang. Tidak terbebani oleh apapun. Dimana-mana,
yang dicari adalah orang-orang jujur. Dimanapun. Jadi pesan saya sampai kalian
lulus hanya satu. Jujur. Kalau kalian jujur, segalanya akan mudah. Dulu ketika
saya akan menyekolahkan anak saya, yang satu masuk kuliah, yang satu masuk SMA,
dan yang satu masuk SMP, saya hampir saja menghutang saking tidak punya uang.
Tapi Alhamdulillah bantuan itu datang begitu saja tak terduga. Maka ingatlah,
Nak. Kejujuran adalah kunci utama kehidupan. Selain itu, sebenarnya ada satu
hal yang tidak kalah pentingnya dengan kejujuran. Yakni tanggung jawab. Jadilah
manusia yang bertanggung jawab dengan apa yang sudah menjadi pilihanmu, Nak.
Sebanyak apapun tugas, kerjakan dengan baik dan tepat waktu. Tanggung jawab
akan membuatmu dihargai orang lain. Apa yang sudah kamu pilih dan ambil,
selesaikan sampai tuntas.”
Terimakasih, Allah. Lagi-lagi memepertemukanku dengan sosok
dosen yang luar biasa. Nasehatnya akan senantiasa ku ingat, sampai lulus nanti,
in sya Allah.
Setelah itu, beliau tanya sama Eliana. “Anak ke berapa?”
trus Eli jawab “Pertama, Pak.” “Wah, anak pertama. Berat ya jadi anak pertama.”
Eli hanya tersenyum dan mengangguk. Trus ditanya lagi “Berapa bersaudara?” “Dua
pak. Saya sama adik.” “Adiknya kelas?” “Masih SD, Pak.” “Wah, jauh sekali
jaraknya ya. Ayah kerja apa?” “Sekarang Alhamdulillah sopir travel, Pak. Dulu
narik becak.” Seakan bumi berguncang, tiba-tiba jantungku tersa berhenti
berdetak dan seketika mataku panas dan mulai berair. Oh Allah..
Aku benar-benar diam setelah itu dan, entahlah. Aku tidak bisa menjelaskan apa yang aku rasakan. Aku
hanya merasa betapa aku sangat-sangat tidak punya rasa syukur sama sekali
selama ini. Aku merasa benar-benar menjadi hamba yang tidak tahu diri.. Aku
terlalu banyak mengeluh, terlalu banyak berfikir bahwa kehidupanku sulit,
terlalu banyak berkeluh kesah..
Allah benar-benar ingin menunjukkanku, bahwa apa yang aku
alami selama ini bukan apa-apa. Kita tidak pernah tahu, bahwa ternyata banyak
sekali orang di luar sana yang bahkan kehidupannya lebih sulit daripada kita,
tapi tak pernah mengeluh sedikitpun. Maafkan hamba-Mu ini ya Allah...
Setelah mendengar hal itu, Pak Supriyadi pun tertegun. Lalu
beberapa saat kemudian beliau bercerita. “Kamu tidak perlu khawatir. Saya juga
anak petani. Tapi saya dan adik-adik saya punya tekad yang kuat untuk bisa
sekolah yang tinggi dan membaggakan orang tua. Sekarang Alhamdulillah saya dan
adik-adik saya sudah sekolah tinggi semua, bahkan adik saya yang pas dibawah
saya sekarang sudah menjadi guru besar atau profesor.”
Lagi-lagi aku seperti
ditampar. Allah, terimakasih atas segalanya hari ini. Aku jadi benar-benar tahu
dan dan sadar, bahwa UGM memang kampus kerakyatan. Banyak sekali teman-temanku
yang ternyata memang berasal dari keluarga yang tidak mampu. Terimakasih sudah
mengizinkanku menapak jejak di kampus kerakyatan ini ya Allah. Kampus yang
terdiri dari orang-orang kecil tapi berhati dan bercita-cita besar. Kampus
dengan orang-orang tak punya harta tapi punya mimpi dan perjuangan yang hebat.
Terimakasih, Allah. Semua ini membuatku sadar. Aku harus
berjuang lebih keras lagi, tanpa keluh kesah. Aku harus bertahan, tanpa rasa
lelah. Terimakasih, Allah. Terimakasih :’)
Salam #MudaMenginspirasi !
Salam #MudaMenginspirasi !
Comments
Post a Comment