Catatan Rumah Kepemimpinan 15: Menjadi Pasangan Strategis, Kenapa Tidak?


Jangan main-main dengan srikandi ya!

IYCS (Indonesia Youth Contribution Summit) menjadi sebuah momen yang tak terlupakan buatku, sebab hampir di setiap sesinya mengandung nasihat seputar pernikahan. Ya, maklumlah, umur-umur sepertiku, bahasan soal pernikahan adalah suatu hal yang sensitif dan cukup membuat mata ‘melek’. Haha. Akan tetapi, dari sekian banyak pemateri yang menyelipkan bahasan soal pernikahan, aku tidak memfokuskan pada kisah pernikahan itu sendiri. Aku lebih berfokus kepada bagaimana memilih pasangan strategis untuk kemudian membina rumah tangga yang strategis pula. Penasaran?*cie
                Pertama, Heni Sri Sundani―Founder Agro Edu Jampang. Seorang perempuan tangguh yang menghabisan masa kuliahnya di Hongkong sambil menjadi seorang TKI. Bukan main kisah perjuangannya, membuatku ingat bahwa setiap apa yang ada pada kita saat ini mestilah disyukuri. Ia bercerita bahwa saat sudah sarjana (di Hongkong), ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan membangun sekolah untuk anak-anak daerah. Padahal saat itu juga, ia punya kesempatan untuk melanjutkan studi master di Korea. Keputusan itu di kemudian hari didukung penuh oleh suaminya, serta turut dibantu dalam setiap langkah pergerakannya hingga Agro Edu Jampang bisa menjadi luar biasa seperti sekarang. Ada satu pernyatannya yang sangat menarik, “Menikah bukan soal mau tidak mau. Tapi berani atau tidak berani. Dan menikah juga bukan soal mimpimu, mimpimu, mimpiku, mimpiku. Tetapi mimpimu, mimpiku, jadi mimpi kita bersama”*eaaa(suara netizen)
Kedua, Najelaa Shihab―Founder Sekolah Cikal. Seorang perempuan cerdas yang bosan mendengar komentar orang-orang yang selalu saja menyalahkan pendidikan. Dari kegelisahannya itulah kemudian ia merintis sebuah sekolah dengan sistem pendidikan berbasis inovasi teknologi, yang dinamainya sekolah Cikal. Satu hal soal pasangan strategis ia menyampaikan, “Saya dan suami saya percaya bahwa orang yang romantis adalah orang yang siap mengabdikan dirinya untuk memajukan dunia pendidikan bukan hanya dalam 20 tahun, tapi hingga 50 tahun.”
Ketiga, Gesa Salugon―Founder Ramesia. Seorang lelaki yang pantang menyerah. Tekadnya untuk berbisnis begitu kuat sejak masih kuliah. Ia bahkan rela hutang berpulu-puluh juta hingga bisa menjadi hebat seperti sekarang. Ada kisahnya yang sangat menarik perihal pasangan strategis. Suatu saat, ia telah menyiapkan uang 80 juta untuk menikah. Qadarullah, ia tertipu dan uang itupun ludes. Seketika ia menelepon calon istrinya dan menjelaskan semuanya. Lalu calon istrinya berkata, “Lanjutkan saja, Mas. Saya tidak melihat Mas yang sekarang. Saya yakin dan saya melihat Mas akan menjadi pribadi yang hebat dan sukses di hari esok.”*uhuuuukkk(netizen)

Apakah Nakula-Srikandi akan jadi pasangan yang strategis?

Sepertinya, tiga contoh di atas sudah cukup menjadi gambaran bagaimana seharusnya kita memilih pasangan hidup, bukan? Ya, kalau belum nanti belajar sendiri lagi lah ya, soal pernikahan. Hehe. Oh, iya. Satu lagi yang paling penting. Saat sesi direktur kami―Bang Bachtiar, menyampaikan materi terkait dunia pascaasrama, salah satu poinnya adalah soal membangun keluarga strategis. Intinya, memilih pasangan jangan sambil mengantuk, apalagi sambil tidur. Pilihlah pasangan yang punya visi dan misi sama dengan kita. Pilih yang baik agamanya, yang mau berjuang untuk kebaikan bangsa dan negara. Kalau semboyan beliau nih, baiti jannati wa baiti haroki. Rumahku surgaku, rumahku markas pergerakanku. Eaaa, Aamiin!
Jadi, kapan kamu mau membangun keluarga strategis bersamaku?*uhuk

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ketika Allah Memberi Jawaban

Ketika Teknik dan Sastra Bersatu