Ketika Allah Memberi Jawaban

masjid Ulil Albab UII, waktu mabit

            Selamat sore, Pembaca. Alhamdulillah, akhirnya setelah sekian lama tidak menulis…
Beberapa waktu ini kondisi psikologisku memang sedang tidak cukup baik. Karena hal itulah akhirnya berdampak juga pada kondisi kesehatan badanku. Jadi, banyak hal yang terlewatkan begitu saja dan tidak bisa kutulis, padahal banyak makna yang terkandung di dalamnya.
Sejujurnya, aku sudah beberapa kali mengalami hal seperti ini. Alhamdulillahnya, Allah masih sayang padaku dengan memberikan peringatan-peringatan-Nya lewat alam.
Entah kenapa, beberapa waktu ini hati dan pikiranku kacau. Pekerjaanku terlalu banyak, istirahat tidak cukup, tidur tidak berkualitas, dan seabrek masalah lainnya yang membuatku sering terlihat kacau. Hal ini berdampak juga pada kesehatan badanku. Mukaku kotor sekali—jerawatan, akibat stress yang tidak kunjung selesai. Aku sering sok bertingkah senang di kampus—meski sering gagal juga, berusaha menutupi segala macam kekacauan yang terjadi beberapa waktu ini. Untuk pihak-pihak yang kukecewakan, maafkan aku ya. Sungguh aku taka da niat sedikitpun untuk mengecewakan kalian dengan sikap dan tingkah lakuku.
Semester 4. Kata beberapa kakak tingkatku, mulai memasuki semester 3, belajar di Sastra Indonesia memang baru tampak beratnya. Berbagai macam tugas penulisan, analisis, presentasi, dan masih banyak lainnya diberikan hampir setiap minggunya. Tapi kalau hanya kuliah saja, aku rasa itu tidak terlalu berat.
Tolong dicatat ya.  Aku membagikan cerita ini karena aku tidak ingin kalian mengalami hal yang serupa denganku. Jangan berfikir yang tidak-tidak.
Sejujurnya, kuliahku tidak berat. Aku tidak harus praktikum seperti anak-anak saintek, pun tidak harus membuat laporan praktikum seperti mereka. Tapi, justru karena jurusanku tidak sibuk itulah, aku banyak disibukkan dengan hal yang lain. Jujur, aku sangat kewalahan beberapa waktu ini. Seakan semuanya mesti dilakukan secara bersamaan. Aku harus menjalankan program kerja departemen riset dan akademik KMSI (Keluarga Mahasiswa sastra Indonesia), menyelesaikan proyek buku antologi FLP angkatan 17, menyelesaikan proyek buku klub Senin FLP 17, dan sebagainya. Belum lagi penelitian dosen, proyek buku SS (Spesial Sambal), dan proyek bukuku sendiri. Ada saja yang dilakukan setiap hari. Belum lagi urusan rumah tangga seperti mencuci, piket, menyetrika, lalu tugas kuliah berupa makalah dan presentasi, juga rapat panitia, rapat lembaga, yang kadang membuatku harus pulang ke asrama dalam keadaan yang sudah sangat lelah sekali. Malam hari, kegiatan asrama pun masih ada. Esok pagi, rutinitas dimulai kembali.
Terkadang, kesibukan seperti itu membuatku lupa akan target hidupku sendiri. Menulis blog—membagikan pelajaran kehidupan yang Allah sampaikan kepadaku lewat alam, membuat buku, menambah hafalan, muroja’ah, dan hal-hal lainnya yang padahal sudah kurencanakan sejak jauh-jauh hari. Kalaupun pada akhirnya terlaksana, yang jadi korban adalah diriku sendiri. Kondisi psikologis dan kesehatan badanku menjadi cukup buruk.
Beberapa waktu yang lalu, aku mencoba mendaftar beberapa acara—semacam konferensi di luar negeri. Awalnya aku hanya iseng saja, tidak membaca prosedurnya secara lengkap. Aku hanya mengisi form dan menjawab beberapa pertanyaan secara online. Setelah diterima, barulah aku tahu—melalui email, bahwa biaya acaranya sangat mahal. Sebenarnya tidak heran sih. Acara ini bukan kompetisi. Kasarnya, seperti seminar pada umumnya di Indonesia. Aku tidak harus mengirim abstrak atau paper. Aku cukup menjawab beberapa pertanyaan, meski memang ketika sudah diterima aku diminta untuk membuat esai. Wajar saja mahal. Jadi bagiku, ini tidak ada nilai kompetisinya sama sekali. Karena ibuku juga tidak ridho, jadilah aku tidak melanjutkan hingga ke tahap berikutnya. Sedih? Tidak juga. Lumayanlah memberiku informasi—bagi para pembaca juga, kalau punya uang yang cukup, ke luar negri kalau bisa jangan hanya jalan-jalan. Ikut konferensi yang semacam itu kan lumayan juga. Tapi kalau memang belum cukup, sebaiknya memang cari yang berbau kompetisi—walau memang lebih sulit. 

jepang
India
korea

Selain konferensi, aku mencoba berani menerbitkan buku puisiku secara indie. Sebelumnya aku sudah mengirimkan naskah buku non-fiksiku ke penerbit Quanta. Tapi, sampai sekarang belum ada jawaban. Doakan semoga diterima ya, Pembaca. Untuk buku puisi, aku memutuskan untuk indie saja. Karena penerbit mayor jarang sekali ada yang mau menerbitkan buku puisi.
Proyek buku antologi FLP 17, sedikit lagi selesai. Untuk buku klub senin, aku mengalami kendala di komunikasi dengan teman-teman klubku, sehingga belum bisa jauh melangkah. Program kerja departemen riset dan akademik KMSI, in sya Allah akan mulai aktif minggu depan. Proyek buku SS, sudah wawancara beberapa kali, tinggal transkrip dan membuat tulisannya dengan rapi lalu wawancara sekian kali lagi. Penelitian dosen sudah terlaksana cukup baik, meski ada beberapa kendala juga. Ya, intinya, aku cukup bisa menyelesaikan pekerjaanku beberapa waktu ini meski badanku remuk redam, senyumku hilang, dan kelihatan lelah hampir setiap hari.
Lalu puncaknya, tadi pagi. Perutku sakit luar biasa. Akibat pola makanku yang memang tidak benar beberapa hari ini. Belum lagi acara pagi yang mepet dengan waktu kuliahku, membuatku mesti tergesa-gesa. Aku tipe pribadi yang tidak bisa datang terlambat, sehingga tadi pagi moodku jelek sekali karena terpaksa berangkat ke kampus dengan waktu yang sangat mepet. Sampai akhirnya di tengah perjalanan…. aku menangis. Tidak hanya perut, sekujur badanku rasanya sakit semua. Hati dan pikiranku pun sakit. Aku menyetir motor dengan laju yang cukup kencang, berharap tidak bertemu siapapun yang kukenal dan melihatku menangis. Sampai di kampus, aku segera duduk dan mengatur nafas. Berusaha tampak sehat dengan senyum yang agak dipaksakan.
Usai mata kuliah pertama, aku memutuskan untuk makan. Karena sadar perutku sedang tidak sehat, aku memutuskan untuk makan bubur saja. Selesai makan, aku memutuskan untuk pergi ke tempat fotocopy untuk menge-print tugas. Dengan cepat, aku memarkir motor dan masuk ke tempat fotocopy. Aku tidak memperhatikan apapun karena yang ada dipikiranku saat itu hanyalah segera nge-print, lalu kembali ke kampus untuk masuk kelas berikutnya. Tetapi ketika hendak membayar, telingaku terusik. Saat menoleh, kudapati seorang bapak-bapak sedang menunggu hasil fotocopyan-nya sambil membaca al quran. Aku tertegun. Lantas berkata dalam hati, masya Allah..
Setelah membayar, aku segera kembali menuju motorku, memakai helm, lalu menoleh kembali ke belakang, ke arah bapak yang membaca al quran tadi. Lama kupandangi, lantas aku bergumam, “Terima kasih, Pak. Sudah menjadi perantara Allah dalam menyampaikan peringantan-Nya untukku. Terima kasih Allah.”
Lantas aku menyalakan motoku dan melaju cepat menuju kelas. Dalam sekian detik berikutnya, aku merasa lebih baik. Selesai kelas, aku bisa tersenyum ikhlas, setelah beberapa waktu kemarin rasanya senyumku selalu palsu. Aku pulang dengan hati lapang, dan tahu apa jawaban dari pertanyaanku beberapa hari ini.
Sampai di asrama, aku mencuci baju. Lantas istirahat sebentar. Oh Allah, rasanya sudah lama sekali aku tidak tahu bagaimana nikmatnya istirahat di siang hari. Lantas aku bangun, dan persiapan untuk rapat rutin KMSI, dan terciptalah tulisan ini.
Pembaca, belajarlah dari kisahku. Kesibukan yang membuat lupa pada Al-Qur’an, tidak akan pernah membuat tenang. Jangankan lupa, kurangnya intensitas berinteraksi dengan Al qur’an pun akibatnya bisa fatal. Kondisi tidak sholat mestinya tidak bisa kujadikan alasan dalam hal ini. Toh tetap bisa muroja’ah atau mendengarkan murottal. Benar, ini murni kesalahanku. Padahal hanya tidak genap 1 juz perhari, tapi akibatnya, badanku sakit semua, waktu rasanya tak pernah cukup, pekerjaan tak kunjung selesai, dan yang paling fatal, kehidupanku kacau.
Kepada semua pihak yang menjadi korban ata kekecauan hidupku beberapa waktu ini, aku minta maaf. Sungguh aku tidak mau menjadi pribadi sibuk yang lalai. Tegur aku bila senyumku mulai pudar, cahaya mataku mulai redup, dan berjalanku mulai tak tegak. Semoga Allah mengampuni kelalaianku, dan memberiku kesempatan untuk kembali memperbaiki semuanya supaya bisa menjadi lebih baik dan teratur. Aamiin…
Bismillah, semangat baru, selalu dengan Al qur’an !


Comments

  1. Iya bagus sudah mengingatkan tapi selain itu mbaknya malah kyak ngeluh gtu ya , ya dari awal harus siap dgn resiko yg akan dihadapi klo mengerjakan beberapa proyek . Mending ya satu2 dlu proyeknya jangan ngoyo kyak gt karena manusia ada batasnya .

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Catatan Rumah Kepemimpinan 15: Menjadi Pasangan Strategis, Kenapa Tidak?

Kenangan Ramadhan 1 : Tidak Jadi ke Solo, Ini Gantinya!

Kisah Inspiratif Spesial Ramadhan : Keajaiban Istighfar