Dilan Benar, Rindu Memang Berat
Tahfidz Squad from Madrasah Aliyah |
Pada bulan
April, aku jatuh sakit. Akan tetapi, sudah periksa sana-sini bahkan cek darah
sekalipun, hasilnya tidak parah. Aku hanya terinfeksi bakteri sebab daya tahan
tubuhku kurang baik. Dari situ aku curiga, jangan-jangan rohaniku-lah yang
sebenarnya kurang sehat. Akahir-akhir itu memang aku merasa imanku sedang
turun, ditambah kesibukan yang tidak ada habisnya, membuatku berfikir mungkin
Allah memberiku sakit sebagai peringatan. Akhirnya malam itu, aku pergi ke toko
buku, mencari buku yang sekiranya coock buatku. Setelah galau buku mana yang
harus kubeli, aku akhirnya membeli sebuah buku berjudul Keajaiban Istighfar bagi Orang-orang Sibuk. Malam itu, aku
membacanya sedikit, kemudian langsung menerapkannnya. Aku membaca istighfar
sebelum tidur, hingga terlelap.
Esoknya
atas izin Allah, sakitku sembuh. Dari sana aku mengambil pelajaran bahwa
sakitku benar-benar disebabkan atas kelalaianku beberapa hari itu. Kemudian
sejak itu, aku bertekad untuk terus berusaha menjaga keimananku dan
meningkatkannya untuk bisa lebih baik lagi.
Setelah
sakit, datang kabar bahagia dari pondokku dulu. Aku diminta untuk menjadi
pembicara talkshow―memotivasi
adik-adik kaitannya dengan prestasi. Menjadi suatu hal yang sangat
membahagiakan untukku, sebab itu artinya aku bisa sekaligus pulang ke rumah dan
charge energi positif
sebanyak-banyaknya di pondok. Jujur, aku rindu sekali dengan kehidupan di
pondok, meski jangan ditanya seberapa sering dulu aku menangis. Hehe.
Tapi ada
satu hal yang sangat aku syukuri melebihi itu semua. Aku menjadi lebih dekat
dengan sosok Rifda―santriwati pertama Pondok Assalaam yang hafal Al-quran.
Sesuatu yang aku cita-citakan sejak kecil. Aku terharu sekali diizinkan satu
panggung dengan Rifda. Ia adalah sosok yang sangat baik dan rendah hati.
Hafalannya kuat, cerdas, dan aku yakin ia adalah santriwati kebanggan para
ustad dan ustadzah.
Aku
rindu, Allah. Rindu bersama-sama dengan para pengahafal Al-quran yang dalam
satu atap saling menyimak ayat satu sama lain. Jangan dibayangkan kami dulu
tidak dag dig dug ketika mendapat
giliran untuk tasmi’. Aku ingat betul
bagaimana lorong asrama dan anak tangganya menjadi saksi keteguhan kami
menghafal Al-quran. Apalagi dengan partner
hafalanku, Nila Nadia, aku ingat betul, ayat yang paling sering kulupa adalah
ayat bagian depan sehingga Nila selalu memancing, “Yaa ayyuhannaas...” (Sebab
ayat yang diawali dengan kalimat itu cukup banyak)
Di
Assalaam, aku bertemu dengan para ustad, membuatku sampai ingin menangis saking
rindu dan harunya. Benar-benar membangkitkan semangatku. Selepas itu, tekadku
untuk mengabdi untuk Pondok Assalaam menjadi semakin kuat. Meski aku belum tahu
kapan, yang pasti aku tidak mau mengabdi tanpa perencanaan.
Selain
menjadi pembicara di Assalaam, Allah mengizinkanku juga untuk menjadi pembicara
di acara seminar kepenulisan, bersama dengan Mba Istiana. Lokasinya cukup jauh,
di DPRD Bantul. Alhamdulillah, adik-adik SMA yang mengikuti seminar ini cukup
aktif. Banyak dari mereka yang bertanya soal kepenulisan.
Satu hal
lagi yang sebetulnya sangat penting di bulan ini. Membuatku sangat-sangat
belajar tentang hikmah ketidaktahuan dan rasa haru dari sebuah kesadaran. Ada banyak hal yang kita tidak tahu,
yang bisa jadi, justru dari ketidaktahuan itulah Allah menjaga kita. Misalnya,
saya tidak tahu kalau di Jogja ada cafe yang mewah, nyaman, dan murah. Bisa
jadi kalau saya tahu, saya justru akan kalap dan banyak menghabiskan waktu di
sana, menjadi lupa waktu, tidak lagi dekat dengan masjid, dan sebagainya.
Meskipun hal itu tampak baik, ingat. Apa yang baik dalam pandangan kita, belum
tentu baik dalam pandangan Allah. Karena, marilah berdoa dan terus memohon
untuk diberikan yang terbaik. Sebab Allah Maha Mengetahui sedang kamu tidak mengetahui
(QS.Al-Baqarah: 216).
Kemudian
soal kesadaran, aku baru sadar betul ungkapan seorang ustad yang mengatakan
bahwa saat Rasulullah SAW wafat, para sahabat merasa sedih sekali sebab itu
artinya, wahyu dari Allah telah terputus. Tidak ada lagi sosok insan yang bisa
menjadi tempat bertanya ketika ada suatu persoalan. Kita tahu juga ketika
kemudian banyak orang-orang yang murtad dari agama Islam semenjak wafatnya
Rasulullah SAW. Sungguh, saya baru merasakannya sekarang. Betapa saya
merindukan Rasulullah SAW.
Comments
Post a Comment